Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa

Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa
Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa

dakwahpedia.com. Mencicipi makanan adalah salah satu cara untuk mengetahui rasa dan kualitas dari suatu hidangan. Dengan mencicipi, kita dapat merasakan seberapa asin, manis, pedas, atau masam suatu makanan.

Biasanya, ketika mencicipi makanan, kita hanya perlu mengambil sedikit makanan dengan sendok atau garpu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyahnya dengan perlahan. Setelah itu, kita bisa merasakan rasa dan tekstur makanan tersebut.

Mencicipi makanan juga bisa dilakukan dengan menggunakan alat seperti tusuk gigi atau sumpit, tergantung dari jenis makanan yang ingin dicicipi. Penting untuk mencicipi makanan dengan hati-hati dan tidak terlalu banyak, agar tidak merusak selera kita untuk hidangan yang lainnya.

Saat berpuasa, kita diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Oleh karena itu, sebaiknya hindari mencicipi makanan saat puasa, terutama jika hanya untuk sekedar mencoba rasa atau mengoreksi bumbu. Hal ini dapat mengganggu niat puasa dan bahkan dapat membatalkannya.

Namun, jika memang diperlukan untuk mencicipi makanan, seperti saat memasak untuk keluarga, maka sebaiknya mencicipi dengan sangat hati-hati dan hanya mengambil secukupnya. Selain itu, segera berkumur atau minum air setelah mencicipi, agar tidak terjebak di dalam mulut dan membuat godaan untuk memakannya lebih banyak.

Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfatith Thullab menjelaska :

وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي

Artinya:

“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir terlanjur tertelan masuk, lantaran sangat dominannya syahwat (untuk makan). Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada tidak adanya hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Beda hukumnya bila tukang masak dan orang yang masak untuk menyuapi anak kecilnya yang sedang sakit, maka mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian kata Az-Zayadi”.

Hukum makruh mencicipi makanan berlaku bagi orang yang tidak memiliki kepentingan, berbeda bagi orang yang memiliki kepentingan memasak seperti chef, memasak atau untuk jamuan berbuka maka mencicipinya tidak makruh.

Penulis konten telah berpengalaman dalam bidang ilmu agama islam dan telah kuliah di fakultas syari’ah progam studi hukum islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda mungkin suka juga :