Hukum Menjadi Food Blogger

Hukum Menjadi Food Blogger

Food blogger

Food blogger jadi salah satu profesi yang banyak dilirik selama beberapa tahun terakhir. Banyak orang yang tertarik jadi seorang food blogger.

Di sisi lain, tidak sedikit pelaku bisnis kuliner yang menggunakan jasa food blogger untuk bantu mempromosikan bisnisnya.

Promosi menggunakan food blogger lumayan efektif. Peran food blogger sebagai influencer makanan seringkali sukses bikin orang tertarik mencicipi makanan yang mereka rekomendasikan.

Tapi efektivitas promosi lewat food blogger juga tergantung dari popularitas dan kredibilitas blogger itu sendiri.

Apa itu food blogger?

Profesi ini mulai lahir sejak era blogging. Bedanya dengan blogger lain, apa yang ditulis dan dipertontonkan food blogger lebih spesifik ke dunia kuliner, khususnya review makanan sampai rekomendasi tempat makan. Food blogger biasanya memiliki kemampuan tasting yang bagus.

Baca juga : Hukum Menyentuh-al-Quran Baille

Beberapa dari mereka juga ada yang jago masak, bahkan punya bisnis kuliner sendiri. Tapi yang tidak kalah penting, mereka pandai menyampaikan rasa makanan yang mereka cicipi. Bahkan suara gurih dan renyah makanan itu sengaja diperdengarkan. Kemampuan inilah yang bikin orang yang membaca dan menonton tertarik mencoba makanan yang mereka review.

Karena membahas soal makanan, banyak yang menyamakan food blogger dengan foodies. Padahal dua profesi ini berbeda. Food blogger jelas harus punya blog atau alamat website sendiri. Di sisi lain, foodies tidak harus punya blog dan lebih sering memamerkan makanan yang mereka potret dan review di media sosial seperti facebook, instagram dan twitter.

Tinjauan hukum

Profesi sebagai Food Blogger Diperbolehkan, dengan ketentuan  tidak ada unsur keharaman seperti kebohongan, ghibah. Melakukan ghibah diperbolehkan dengan tujuan menyelamatkan para konsumen supaya terhindar dari makanan-makanan yang haram seperti daging babi, tikus dll.

احياء علوم الدين الجزء الأول ص : 423

قال بعضهم: من باع أخاه بدرهم وليس يصلح له لو اشتراه لنفسه إلا بخمسة دوانق فإنه قد ترك النصح المأمور به في المعاملة ولم يحب لأخيه ما يحب لنفسه هذه جملته فأما تفصيله ففي أربعة أمور أن لا يثني على السلعة بما ليس فيها وأن لا يكتم من عيوبها وخفايا صفاتها شيئاً أصلاً وأن لا يكتم في وزنها ومقدارها شيئاً وأن لا يكتم من سعرها ما لو عرفه المعامل لامتنع عنه: أما الأول فهو ترك الثناء فإن وصفه للسلعة إن كان بما ليس فيها فهو كذب فإن قبل المشتري ذلك فهو تلبيس وظلم مع كونه كذباً وإن لم يقبل فهو كذب وإسقاط مروءة إذ الكذب الذي لا يروج قد لا يقدح في ظاهر المروءة

Nasihat bagi orang yang bertransaksi tidak menyembunyikan aib dagangannya dan menyamarkan sifat dagangannya, tidak mencurangi timbangannya, tidak memuji barang dagangan yang tidak sesuai dengan kriteria dikarenakan hal itu termasuk pembohongan dan dzolim kepada pembeli”. ( Ihya Ulumiddin Juz 1 Hal 423 )

 

Wallahu a’lam.

Penulis konten telah berpengalaman dalam bidang ilmu agama islam dan telah kuliah di fakultas syari’ah progam studi hukum islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda mungkin suka juga :